Senin, 07 Maret 2011

Wabah

PENGERTIAN WABAH

Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.


KRITERIA SUATU KEJADIAN PENYAKIT DISEBUT WABAH / KLB

·         Timbulnya penyakit menular yang sebelumnya tidak ada
·         Meningkatnya penyakit terus menerus selama beberapa  kurun waktu
·         Meningkatnya penyakit 2x lipat / lebih banyak dari     sebelumnya
·         Jumlah penderita dalam 1 bulan menjadi 2x lipat / lebih banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya

Senin, 15 November 2010

Stakeholders Malaria dan PD3I

STAKEHOLDERS PADA PENYAKIT MALARIA DAN
PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMMUNISASI (PD3I)

Dalam penanggulangan penyakit menular selalu berhubungan dengan Stakeholders.  Stakeholders yaitu  pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan penyakit.  Pada kesempatan ini dipaparkan stakeholders yang terkait dengan pemberatasan penyakit Malaria dan Penyakit yang dapat dicegah dengan Immunisasi (PD3I) yaitu Hepatitis, Campak, Tuberculosis Paru, Demam Typoid, Tetanus, Polio, Pertusis, Dipteri.

1. Penyakit Malaria
Stakeholders yang terkait Kepala Daerah, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, Masyarakat.
 
Kepala Daerah
-     Menyiapkan peraturan atau kebijakan  daerah yang mendukung pelaksanaan pencegahan   
       pemberantasan penyakit Malaraia.
-     Menggangarkan dana yang dibutuhkan oleh instansi teknis (Dinas Kesehatan).
 
Dinas Kesehatan
-    Menyiapkan kebijakan-kebijakan teknis terkait pencegahan dan pemberantasan penyakit Malaria.
-    Mendukung dana, peralatan, obat-obatan yang dibutuhkan dalam Pencegahan & penanggulangan Malaria.
-    Menyiapkan buku-buku petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan program pencegahan dan 
      penanggulangan penyakit Malaria.
-    Membuat pelaporan hasil kegiatan pemberantasan malaria ke Instansi yang lebih tinggi.

Rumah Sakit
-    Melakukan pemeriksaan lebih lanjut  terhadap pasien rujukan kasus malaria dari puskesmas.  
-    Melakukan pengobatan dengan terhadap kasus yang hasil Tes darahnya positif pada pemeriksaan 
      laboratorium
-    Memperkuat sistem informasi kesehatan sehingga semua penderita dan kematian malaria serta hasil 
      kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan

Puskesmas
-    Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan penyakit malaria di masyarakat baik melalui 
     penyuluhan langsung (kepada tokoh masyarakat, tokoh agama maupun melalui selebaran (leaflet, booklet) 
     ,spanduk
-    Menggerakan pengobatan malaria.
-    Melaksanakan pemeriksaan penunjang laboratorium terhadap kasus malaria.

Masyarakat
-    Melaksanakan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilingkungannya masing-masing.
-    Mencegah penularan malaria dengan membawa setiap anggota keluarganya berobat apabila sakit.

2. PD3I (Penyakit yang dapat dicegah dengan Immunisasi
 
Dinas kesehatan
-    Merencanakan dan menetapkan biaya program-program PD3I.
-    Melaksanakan penyebarluasan informasi dan promosi kesehatan tentang program imunisasi massal 
      melalui media massa, media elektronik cara-cara lain seperti poster, leaflet, booklet dan lain-lain.
-    Menyiapkan bahan (Vaksin) , peralatan ( jarum suntik dsb) maupun buku teknis program  immunisasi
-    pembinaan dan pengawasan pelaksanaan program immunisasi di puskesmas.
 
Dinas pendidikan
-    Menginformasikan pelaksanaan program Immunisasi ke Sekolah seperti pada Pelaksanaan program 
     Bulan Immunisasi Anak Sekolah (BIAS).
-    Mempersiapkan anak didik di sekolah-sekolah sehingga memperlancar pelaksanaan BIAS

Puskesmas
-    Melaksanakan program immunisasi di puskesmas terutama program Immunisasi lengkap
-    Melaksanakan Program BIAS ke sekolah-sekolah
-    Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka pencegahan penyakit melalui Immunisasi
-    Melaksanakan dan menggerakan masyarakat agar mau ikut serta dalam program posyandu.

Masyarakat
-    Menyebarluaskan informasi tentang pentingnya immunisasi kepada anggota keluarganya maupun 
      masyarakat lainnya.
-    Membawa anak ke Puskesmas untuk di immunisasi jika belum mendapat immunisasi lengkap.

Senin, 08 November 2010

Desain Penelitian


DESAIN PENELITIAN

          Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan-determinan frekuensi penyakit dan kesehatan pada populasi manusia.  Berdasarkan definisi diatas  secara tradisional  Penelitian Epidemiologi dibagi menjadi dua kategori yaitu studi deskriptif dan studi analitik.   Studi deskriptif adalah desain penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi penyakit menurut orang, tempat dan waktu, sedangkan Studi analitik adalah desain penelitian yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor penyebab penyakit.  Contoh jenis studi deskriptif adalah Studi potong lintang (Cross Sectional)  dan contoh jenis studi analitik adalah kasus kontrol (Case Control) dan studi kohort.

a.    Studi Potong Lintang (Cross Sectional)

Studi potong lintang (cross sectional) adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau periode.  yang dimaksud satu periode misalnya satu tahun.  Dalam rancangan studi potong lintang, peneliti memotret frekuensi dan karakter penyakit serta paparan faktor penelitian pada suatu populasi pada satu saat tertentu.  Konsekuensinya data yang dihasilkan adalah prevalensi.   Sehingga studi potong lintang disebut juga survai prevalensi.  Tujuan studi potong lintang adalah untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-determinan pada populasi sasaran.
Skema paparan kasus potong lintang yang diamati sebagai berikut :
-         Orang mengalami sakit dan terpapar faktor penelitian
-         Orang mengalami sakit tapi tidak terpapar faktor penelitian
-         Orang tidak mengalami sakit dan terpapar faktor penelitian
-         Orang tidak mengalami sakit dan tidak terpapar faktor penelitian

Keuntungan studi potong lintang (cross sectional)
Keuntungan rancangan studi potong lintang adalah :
-       Mudah untuk dilakukan dan murah, sebab tidak memerlukan follow up. 
-       Jika    tujuan     penelitian    hanya    sekedar    mendeskripsikan    distribusi    penyakit dihubungkan dengan paparan faktor-faktor penelitian maka studi potong lintang merupakan rancangan penelitian yang cocok, effisien dan cukup kuat dari segi metodologik. 
-       Seperti   penelitian  observasional  lainnya,  studi  potong  lintang    tidak    memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan merugikan kesehatan (faktor resiko). 
-       diperkirakan bermanfaat bagi subyek yang kebetulan menjadi kontrol.

Kelemahan studi potong lintang  (Cross Sectional)
-       Tidak bisa menganalisa hubungan kausal paparan dan penyakit
-       Ketidakpastian tentang mana yang lebih dulu muncul paparan atau penyakit
-       Tidak valid untuk menggambarkan suatu kecenderungan.
Contoh aplikasi desain :
-         Pada Penelitian Paparan auramin di pabrik zat pewarna dan kanker buli-buli
-         Populasinya adalah semua pekerja pada pabrik zat pewarna (pekerjaan A) dan semua pekerja pada bukan pabrik zat pewarna (pekerjaan B).  Cara pengambilan data yaitu dengan memeriksa  secara bersamaan paparan auramin pada pekerjaan A dan Pekerjaan B.  Selanjutnya kita akan melihat  pada pekerjaan A orang yang sakit dan terpapar auramin, orang tidak sakit dan tidak terpapar auramin dan pada pekerjaan B orang yang sakit dan tidak terpapar auramin dan orang yang tidak sakit serta tidak terpapar auramin.

2.    Studi Kasus Kontrol

Studi Kasus Kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri-ciri studi kasus kontrol adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.  Subyek yang didiagnosis menderita penyakit disebut kasus, berupa insidensi (kasus baru) yang muncul dari suatu populasi, sedang subyek yang sedang tidak menderita penyakit disebut kontrol, yang dipilih secara acak dari populasi yang berbeda dengan populasi asal kasus.  Tetapi untuk keperluan inferensi kausal, kedua populasi itu harus dipastikan setara.  Jenis Studi kasus kontrol terdiri dari
Studi retrospektif disebut studi retrospektif (Kleinbaum et, al., 1982; Mausner and Kramer, 1985; Sackett et, al., 1991) karena arah pengusutan (direction of inquiry ) rancangan tersebut bergerak dari akibat (penyakit) ke sebab (paparan).  Dengan kata lain subyek dipilih berdasarkan sudah berkesudahan (outcome) tertentu, lalu dilihat ke belakang (backward) tentang riwayat status paparan penelitian yang dialami subyek.
Studi prospektif disebut studi prospektif (Hennekens dan Buring (1987) studi kasus kontrol dapat bersifat retrospektif maupun prospektif, tergantung pada kapan peneliti membuat klasifikasi status penyakit subyek untuk dipilih pada penelitian.  Apabila klasifikasi status penyakit telah atau tengah dibuat pada saat penelitian dimulai, maka studi kasus kontrol bersifat retrospektif.  Sebaliknya apabila klasifikasi status penyakit masih dilakukan pada waktu yang akan datang, maka studi kasus kontrol bersifak prospektif.

Kelebihan Studi Kasus Kontrol
-     Sifatnya relatif murah dan mudah dilakukan
-     Cocok untuk meneliti penyakit dengan periode laten yang panjang
-     Karena subyek penelitian dipilih berdasarkan status penyakit, maka peneliti memiliki keleluasaan menentukan rasio ukuran sampel dan kontrol yang optimal.
-     Dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan terhadap sebuah penyakit.
Karakter ini menyebabkan studi kasus kontrol tidak saja cocok untuk menguji  hipotesis hubungan paparan dan penyakit, tetapi juga tepat untuk mengeksplorasi kemungkinan hubungan sejumlah paparan dan penyakit yang belum jelas.

Kekurangan Studi Kasus Kontrol
-         Studi  kasus  kontrol  adalah  alur  metodologi  inferensi  kausal  yang  bertentangan  dengan logika eksperimen klasik yaitu melihat akibatnya dulu, baru menyelidiki apa penyebabnya sehingga rawan bias (bias seleksi dan bias informasi) terutama apabila pemilihan subyek berdasarkan status penyakit apabila paparan telah (atau tengah) berlangsung.
-         Secara umum studi kasus kontrol tidak effisien untuk mempelajari paparan-paparan yang langka, namun bisa dilakukan apabila beda resiko (RD) antara populasi yang berpenyakit dan tak berpenyakit cukup tinggi.  Untuk itu dibutuhkan ukuran sampel yang besar, disamping prevalensi paparan pada populasi yang berpenyakit cukup tinggi.
-         Karena subyek dipilih  berdasarkan  status  penyakit,  pada  umumnya  peneliti  tidak dapat menghitung laju insidensi (kecepatan kejadian penyakit) baik pada populasi yang terpapar maupun tidak terpapar.  Sehingga untuk menghitung risiko relatif menggunakan ukuran rasio odds (OR).
-         Pada beberapa situasi tidak mudah untuk  memastikan  hubungan  temporal  antara paparan dan penyakit.
-         Kelompok  kasus dan kelompok  kontrol  dipilih  dari  dua  populasi  yang  terpisah, sehingga sulit dipastikan apakah kasus dan kontrol pada populasi studi benar-benar setara dalam hal faktor-faktor luar dan sumber-sumber distorsi lainnya.
Contoh aplikasi desain :
-         Pada  penelitian hubungan antara CA payudara dan penggunaan kontrasepsi oral (OC) pada rumah sakit X pada periode tahun 2008.
-        Maka kasus adalah jumlah  kasus  baru  CA  payudara  di  RS X  selama  tahun  2008  dan kontrol semua pasien non kanker dalam jumlah yang sama dari RS X.  Selanjutnya kita akan melihat melihat berapa orang yang terpapar dan berapa orang yang tidak terpapar  kontrasepsi oral pada kelompok kasus dan kontrol pada periode tahun 2008 tersebut.  Jika kasus secara bermakna lebih banyak  menggunakan OC dibanding kontrol atau menggunakan menggunakan OC lebih lama dengan dosis astrogen yang tinggi  ketimbang non kasus , maka kita bisa menyimpulkan ada pengaruh buruk dari OC sehingga kita sampai pada kesimpulan pemakaian OC memperbesar kemungkinan untuk mengalami CA paru.  Sebaliknya jika pada kelompok kasus dan kontrol menunjukkan adanya distribusi pemakaian OC yang sama, maka kita bisa  menyimpulkan tidak dapat pengaruh OC terhadap kejadian CA payudara.

c.  Studi Kohort

Studi Kohort adalah rancangan studi yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpapar (faktor penelitian) dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit.  Ciri-ciri studi kohort adalah pemilihan subyek berdasarkan status paparannya, kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek dalam perkembangannya mengalami penyakit yang diteliti atau tidak.  Kelompok-kelompok studi dengan karakter tertentu yang sama (yaitu pada awalnya bebas dari penyakit) tetapi memiliki tingkat paparan yang berlainan, dan kemudian dibandingkan insidensi penyakit yang dialaminya selama periode waktu, disebut kohort.
Kelebihan Studi Kohort
-         Merupakan     rancangan    penelitian    yang    sesuai    dengan    prinsip    penelitian eksperimental dimana penelitian dimulai dengan menentukan faktor penyebab (anteseden) di ikuti dengan akibat (konsekuen) karena pada saat dimulai penelitian telah dipastikan bahwa semua subyek tidak berpenyakit, maka sekuensi waktu antara paparan dan penyakit dapat dengan jelas.
-         Peneliti dapat menghitung laju insidensi, perhitungan laju insidensi didekati dengan rasio odds (OR)
-         Sesuai untuk meneliti paparan yang langka
-         Memungkinkan mempelajari sejumlah effek secara serentak dari sebuah paparan.
-         Kemungkinan terjadi bias dalam menyeleksi subyek dan menentukan status paparan adalah kecil, sebab penyakit yang diteliti belum terjadi.
-         Karena bersifat observasional, maka tidak ada subyek yang sengaja dirugikan karena tidak mendapat terapi yang bermanfaat atau mendapat paparan faktor yang merugikan kesehatan.
Kekurangan Studi kohort
-         Mahal dan membutuhkan waktu   yang   lama   contoh   pada   studi   prospektif,   dan membutuhkan ketersediaan data sekunder yang lengkap dan andal pada studi retrospektif.
-         Tidak effisien dan praktis untuk mempelajari penyakit yang langka, kecuali jika ukuran sampel sangat besar atau prevalensi penyakit pada kelompok yang terpapar cukup tinggi.
-         Hilangnya subyek selama penelitian karena migrasi, tingkat partisipasi yang rendah atau meninggal.
-         Karena faktor penelitian sudah terlebih dahulu   pada   awal   penelitian,   maka   studi kohor tidak cocok untuk merumuskan hipotesis tentang faktor-faktor etiologi lainnya untuk penyakit itu, tatkala penelitian masih berlangsung.

Contoh aplikasi desain :
Pada penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara CA Paru dengan merokok (Risiko) dengan pendekatan prospektif maka kita akan  :
-         Menentukan populasi dan sampel penelitian semua pria dengan umur antara 40 – 50 tahun baik yang merokok maupun tidak merokok pada suatu wilayah atau tempat tertentu.
-         Mengidentifikasi   orang   yang   merokok    dan     yang     tidak     merokok     dengan perbandingan jumlah yang sama.
-         Mengamati effek pada kelompok yang merokok dan kelompok orang yang tidak merokok sampai pada periode waktu tertentu misal 10 tahun.,
-         Membandingkan proporsi orang-orang yang menderita CA paru dan orang-orang yang tidak menderita CA paru baik pada kelompok perokok (kasus) maupun pada kelompok tidak perokok (kontrol).

Rabu, 20 Oktober 2010

Kriteria Kausa Menurut Bradfort Hill

1.    Ada sembilan kriteria Kausa menurut Bradfort  Hill yaitu :


a.       Kuatnya Hubungan

Faktor ini maksudnya besarnya pengaruh faktor kausa dalam menyebabkan terjadinya penyakit.  Hal ini secara umum dapat dilihat dengan tingginya insiden suatu penyakit dengan keterpaparan kausa dalam masyarakat.  Dalam penelitian observasi besarnya hubungan ini dinyatakan dengan Relative Risk (RR).  Makin besar nilai RR, makin besar kemungkinan faktor itu sebagai kausa.  Besarnya hubungan ini dalam penelitian biasa dikacaukan oleh adanya bias dan faktor penggangu (Counfaunding faktor). Besarnya asosiasi ini menunjukkan besarnya perbedaan rasio dalam insiden terjadi penyakit dalam masyarakat.  Asosiasi yang kuat menunjukkan adanya hubungan kausal karena kalau hubungan itu lemah mungkin saja dipengaruhi oleh bias, utamanya oleh faktor penggangu. Makin kuat nilai hubungan, makin besar kemungkinan hubungan kausal.


b.      Temporaliti

Suatu faktor kausa haruslah mempunyai keberadaan yang mendahului terjadinya penyakit atau akibat (Outcome) apa saja.  Persyaratan ini mutlak adanya jika suatu faktor dapat disebut Kausa sebab tidak mungkin akibat mendahului kausa. Kausa pertama lalu disusul penyakit.  Dalam penelitian prospektif hal ini dapat ditunjukkan , tetapi dalam penelitian lainnya misalnya dalam penelitian retrospektif, temporaliti tidak mudah ditunjukkan.


c.       Dosis respons

Kalau suatu faktor menyebabkan suatu penyakit maka diharapkan bahwa jika dosis atau besarnya keterpaparan oleh unsur itu dinaikkan maka risiko dan besarnya akibat / penyakit makin besar pula. Ini salah satu syarat yang selalu dicari untuk membuktikan bahwa suatu faktor adalah penyebab penyakit yang sedang diteliti.  Namun tidak semua kausa dapat mengikuti kecenderungan dosis respons ini.


d.      Konsisten

Hali ini dimaksudkan bahwa adanya konsistensi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diberbagai tempat dengan situasi yang berbeda pada populasi yang berbeda pula.  Walaupun dilakukan oleh orang atau peneliti yang berbeda, hasil penelitian mereka tetap diharapkan serupa.


e.       Khusus

Kriteria ini meminta kausa harus bersifat khusus, tersendiri/tunggal, dalam hal mempunyai pengaruh tunggal yang khusus.  Kriteria ini sulit dipenuhi terutama untuk penyakit kronis dengan penyebab ganda. Contohnya pada penyakit kolera dan vibrio kolera dengan penyebab biologis tunggal.


f.       Layak Biologi

Kalau keterpaparan terjadi pada jalan nafas maka secara biologis maka kemungkinan besar penyakitnya terjadi pula dijalan nafas.  Dan itu layak adanya.Bukti ini biasa diminta dan dilakukan di laboratorium pada binatang percobaan.


g.      Koheren

Disini diharapkan adanya kesesuaian kausa dengan riwayat alamiah penyakit (natural hystory) dan bilogi penyakit.  Misalnya merokok kontak dengan sistem pernafasan, maka wajar jika memberikan efek pada sistem pernafasan.


h.      Bukti percobaan

Suatu kausa harus mendapat dukungan dan bukti dari percobaan dari populasi manusia sendiri.  Idealnya diharapkan bukti yang nyata dari percobaan pada populasi manusia sendiri.


i.        Analogi

Hal ini dilihat dengan membandingkan satu unsur dengan unsur lainnya yang sejenis.  Jika suatu zat tertentu menyebabkan suatu penyakit maka zat lain yang sejenis harus pula menyebabkan hal yang sama


2.    Ukuran Frekuensi Penyakit :


a.       Prevalens Risk : Ukuran frekuensi penyakit yang menggambarkan jumlah kasus yang ada pada satu periode tertentu.

Cara perhitungannya :\

                              ∑ individu yang sedang sakit pd periode tertentu

Prevalens Risk = ---------------------------------------------------------------

                              ∑ individu dalam populasi tersebut pd periode tertentu

Biasanya dalam ukuran per 1000 populasi, per 10.000 populasi atau per 100.000 populasi.


b.      Insidence Risk/Cumulative Insidence : Probabilitas dari seseorang yang tidak sakit untuk menjadi sakit selama periode waktu tertentu, dengan syarat orang itu tidak mati oleh penyakit lain.

              ∑  kasus baru

IR/CI  = ---------------------------------------

             ∑ populasi pd permulaan periode

Biasanya dalam ukuran per 1000 populasi, per 10.000 populasi atau per 100.000 populasi.


c.       Insidence Rate : Ukuran kejadian penyakit yang menggambarkan jumlah kasus baru yang terjadi pada satu periode tertentu.

Insidence Rate = Jumlah kasus baru.